Sungguh menyentuh, karena menceritakan orang kecil, orang yang
benar-benar kecil di mata orang besar. Kristian, adalah nama pemeran
tokoh orang kecil. Dikisahkan Kristian adalah seorang pemuda dimana
sendalpun tidak dimilikinya. Bertahun-tahun dia menabung dari hasil
menjual layang-layang, dan akhirnya dia bisa mengumpulkan uang untuk
membeli sebuah sandal yang diimpikannya.
Diceritakan pula bahwa setiap warung lesehan sering terjadi kehilangan sandal. Diperintahkannya Kristian untuk memantau “sebagai intel” kemungkinan siapa yang mengambil sandal-sandal tersebut. Misi yang diemban belum membuahkan hasil, seorang polisi yang ikut serta berkerjasama dalam usaha tsb malah kehilangan sepatu dinasnya. Pada awalnya tidak menjadikan masalah, tapi satu ketika di salah satu warung lesehan lainnya sandal Kristian yang menjadi incaran maling tsb. Kristianpun kebingungan mencari-cari sandal barunya, tak kunjung ketemu apa yang dicarinya, dia melihat sandal butut yang masih tertinggal di tangga warung. Kristian berfikir sandal tersebut ditinggalkan oleh si pencuri untuknya, karena dia melihat sudah tidak ada orang lagi di warung lesehan, kemudian ia berniat mengambilnya. Tak diduga Pak Rohani pemilik warung ternyata masih di dalam warung tanpa sepengetahuan Kristian dan beliau melihat Kristian menenteng sandal, terjadi teriakan dari dalam warung lesehan “maling-maling”, Kristian-pun terkejut bukan kepalang. Sontak para warga berlarian karena mendengar teriakan Pak Rohani.
Bahkan dikisahkan di cerita itu, ibu
Kristian diberikan bantuan oleh Pak Rohani tapi dia dengan bangganya
mengatakan, “kami sudah terbiasa miskin, tapi kami pantang meminta
belas kasihan orang lain." Hal ini menjadi contoh pula para
peminta-minta yang menjadikan “meminta-minta” sebagai profesi kerja
hanya karena mudah dan cepat mendapatkan uangnya. Seratus persen hal
ini bukannya kesalahan mereka, kita semua juga berperan serta dalam
hal ini. Kita janganlah membantu “peminta-minta” menjadi suatu profesi
yang menjanjikan, jika kita ingin membantu lebih baik ke panti asuhan
ataupun panti jompo, bahkan di sekitar kitapun masih banyak yang
membutuhkan pertolongan. Sedangkan pemerintah gunakanlah uang rakyat
untuk mengembangkan dunia usaha maupun membantu menciptakan lapangan
pekerjaan dengan kekayaan alam yang ada, di dukung kemampuan dari para
pakar-pakar kita yang pastinya memiliki pemikiran yang sangat luar
biasa. Apabila didukung oleh peraturan hukum yang diterapkan dengan
tegas dan seadil-adilnya berikut para aparat yang menjalankan fungsinya
dengan benar, maka akan tercipta suatu kehidupan yang damai gemah
ripah loh jinawi di negeri tercinta Indonesia. SEANDAINYA….
Sungguh
realita kehidupan yang layak menjadi tontotan siapapun, baik yang
disebut “orang kecil“ maupun “orang besar”. Hanya karena orang kecil
yang tidak punya daya apa-apa dan lugu, tidak diberikan kesempatan
sedikitpun untuk menjelaskan duduk persoalannya. Tapi kita melihat, jika
kesalahan yang dilakukan oleh orang besar selalu ada kesempatan untuk
berkelit dari hukum. Bahkan seorang ibu yang lugu dan berjiwa besar,
ibu Kristian yang tua renta tidak ada yang mengurus karena kehidupannya
selama ini ditanggung oleh Kristian, mencoba membela anaknya tanpa
pengacara besar si pembela “Yang salah” walaupun pada akhirnya tidak
mendapatkan hasil apa-apa, tapi dia hanya bisa menerima dengan segenap
ketidakberdayaannya.
Sungguh saya merasa terharu,
hanya karena dituduh “mencuri sandal butut” Kristian menangis karena
telah menyusahkan dan membuat malu ibunya. Bahkan Kristian tidak
menggerutu atas cobaan hidupnya, bahkan Kristian berkata, “Mungkin
saya pernah melakukan kesalahan yang tidak saya sadari, dan ini adalah
teguran dari Allah” , sungguh realita kehidupan yang penuh dengan
“kebesaran jiwa”. Sekarang dimanakah rasa malu “para koruptor”, bukan
karena tidak sengaja tapi “sengaja dan berencana” telah mencuri uang
rakyat untuk memenuhi kehidupannya, anak dan istrinya, Sungguh…. Bahkan
setelah tertangkappun tak ada rasa penyesalan sedikitpun. Wajarlah
semua itu terjadi, karena semua itu sudah menjadi “niatan” dalam
hidupnya.
Diakhir kisah ternyata yang mencuri
sandal-sandal tersebut adalah putra Pak Rohani sendiri. Hal ini bukan
karena dia memang pencuri, tapi dia memiliki gangguan kejiwaan “clepto". Ini mencerminkan kehidupan seorang yang berpunya, tapi terkadang
ada hal yang terlupan dalam kehidupannya, selain menumpuk materi masih
ada keluarga yang patut mendapatkan perhatian dan kasih sayang, karena
semua itu tidak akan tergantikan oleh tumpukan materi.
Mudah-mudahan
kesadaran “TAKUT akan TUHAN” akan senantiasa menyatu dan mendarah
daging dalam tubuh kita dan anak cucu kita, agar kita bisa menjadi salah
satu mahluk pilihan ALLAH yang senantiasa mendapatkan berkat,
pengetahuan dan perlindungan di setiap langkah kita. SEMOGA….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar